Panas
terik matahari, diiringi dengan hembusan angin dan suara kendaraan yang lalu
lalang, menciptakan polusi udara, membuat langkah kaki ini terus bersemangat
untuk maju. Beberapa orang melewati terotoar seperti diriku yang sedang mencari
sebuah ketenangan dalam jiwa maupun sanubariku. Perjalanan yang kulalui
diliputi dengan berjuta perasaan yang tak akan mampu untuk ku tulis dalam
sebuah ungkapan, karena rasa yang ku alami sudah sangat sakit hingga aku harus
merasakan pahitnya cinta. Aku sadar aku bukanlah orang yang sempurna seperti
yang diinginkannya, namun aku memiliki rasa kasih sayang yang akan ku berikan
bagi orang yang aku sayangi. Kehidupan memang tak selamanya berjalanan sesuai
keinginan, itulah tantangan sebuah kehidupan yang memberikan begitu banyak
pelajaran yang dapat diambil. Aku seorang pelajar yang saat ini duduk di bangku
SMA tepatnya kelas XII IPA. Namaku Eliza Rahma. Teman-teman biasa memanggilku
dengan panggilan Liza. Aku bersekolah di sebuah sekolah negeri yaitu SMA
Harapan Bangsa. Dimana letak sekolahku sangat strategis dengan hal yang biasa
aku lakukan di sekolah setiap bel istirahat berbunyi.
“ Hai..Liza kamu dari mana aja?”
tanya salah seorang sahabatku yang bernama Dinda.
“Hai..Dind aku habis dari belakang
sekolah” jawabku
“Pasti kamu ke danau ya?” tanya
Dinda penasaran.
“Iya nih...” sambil mengambil sebuah
kertas.
“Pasti kamu ngelakuin hal yang gak
jelas, hmm itu memang kebiasanmu yang menyendiri setiap bel sekolah berbunyi”
tambah Dinda, dengan wajah penasaran.
“Itulah aku, kegemaranku kan memang
kesana Dind” sahutku mengakhiri, percakapan saat bel berbunyi.
Hari ini kulalui dengan perasaan tak
menentu, membuatku mengingat kenangan masa lalu yang tak akan pernah ku lupa,
mungkin saja ini akan menjadi kenangan dan entah kapan kenangan ini akan ku
hapus dalam benakku. Setelah aku pindah sekolah sejak kelas X, aku tak
mengetahui akan kabar darinya, rasanya hati ini pilu dan luluh lantah tanpa
menatap wajahnya tanpa mendengar suaranya. Mata ini tak lagi mampu melihatnya
dari kejauhan, senyuman ini tak lagi ada, ketika ku tak melihatnya bercanda
dengan teman-teman kelasnya. Aku menyukai seorang cowok, dia adalah cowok satu
angkatanku. Kami memang tidak sekelas namun kami sering bertemu ketika bel
istirahat berbunyi, hanya aku yang mampu melihatnya karena dia tak
mengetahuiku. Aku tak tau siapa nama lelaki yang sering kulihat ketika
istirahat. Saat aku SMP aku memang bersekolah yang berbasis Islam sehingga
kelas antara putra dan putri dipisah. Kami tak saling kenal, saat aku kelas VII,
perasaan ini telah muncul. Namun tak ada seorang pun yang tahu tentang hal ini,
dan hanya aku dan Tuhan yang tahu akan semuanya.
Beberapa bulan kemudian, aku
mengetahui nama lelaki itu dari sebuah buku tugas Matematika, kebetulan saat
itu guruku menyuruhku untuk memberikan buku itu kepada anak kelas VII B yang
bernama Rizal Pahlevi. Dari sanalah aku mengetahui nama lelaki yang aku suka.
Hari-hari kulalui dengan penuh semangat, ketika bel berbunyi hal yang tak
pernah kulupa adalah memandanginya dari kejauhan dan menulis sebuah puisi
untuknya, hal yang biasa ku lakukan setelah menulis, kumasukan puisi itu
kedalam sebuah botol, kemudian kubawa pulang puisi itu. Ketika sampai dirumah,
bergegas ku pergi menuju tempat berlabuh yaitu pantai yang berada tepat di
samping rumahku. Dan kuarungi botol itu, dengan harapan akan dapat melepas
beban yang selama ini kupendam. Itu adalah hal yang rutin kulakukan hampir
setiap hari. Aku tau aku bukanlah orang yang sempurna yang tak pantas untuk
dicintai olehnya, aku merasa diriku hanya sebuah ampas kotoran yang hanya dapat
merusak ke populeranya di sekolah. Aku Liza anak yang memiliki postur tubuh
tidak ideal dan memiliki wajah yang tidak secantik anak yang lain. Terkadang
aku merasa minder jika harus pergi ke kantin dan berjalan di depannya, hal itu
membuatku tak percaya diri. Jangankan ia menegurku hanya sekedar menoleh ke
arahku pun ia tak pernah. Hal ini sangat memberikan kesedihan yang teramat
dalam. Mungkin aku memang tak pantas untuknya, hanya itu saja kata-kata yang sering
ku ucapkan dalam hatiku.
Hingga pada suatu hari, saat aku
SMP, sekolahku mengadakan program belajar selama 3 bulan ke Pare untuk
memperdalam bahasa inggris. Program ini sangat disambut antusias oleh banyak
siswa-siswi. Dan salah satunya aku, aku mengikuti program ini. Disinilah
kejadian yang tak terduga mulai bermunculan, awalnya saat kami pergi bersama,
antara putra dan putri di pisah namun seiring berjalannya waktu program les
kita digabung antara putra dan putri. Dan kebetulan saat itu aku sekelas dengan
Rizal Pahlevi. Sungguh bahagia rasanya dapat sekelas dengan lelaki yang sudah
mengisi hatiku selama satu tahun ini. Sesuatu yang tak terduga terjadi dalam
hidupku, ia mengajakku untuk satu kelompok dengannya ketika pelajaran speaking
dan saat itu tutor yang mengajarku meminta agar aku dan dia membuat sebuah
conversation mengenai sebuah percintaan. Seketika itu juga jantungku terasa
terhenti dan tak mampu untuk berdegub kembali, aku masih tak percaya dengan hal
yang terjadi saat itu. Namun aku yakin itu hanya sebuah khayalan yang tak akan
pernah dapat terwujud. Satu ungkapan yang kuingat pada conversation itu “Can
you give me your heart for me?” .
Hanya itu ungkapan yang saat itu kuingat, betapa bahagia hatiku ketika seorang
yang aku cintai mengatakan hal itu padaku. Namun lamunanku akan sebuah
keinginanku sirna seketika, ketika ku ingat bahwa itu hanya sebuah conversation
yang hanya sebuah tugas dari seorang tutor. Teman-temanku saat itu mengejekku,
mereka mengatakan bahwa aku bukanlah orang yang pantas untuk memiliki Rizal. Pada
akhirnya aku merenungi akan sebuah kesalahan besar yang telah ku pilih, aku
memilih untuk mencintai orang yang salah. Namun aku tak dapat mengelak rasa
yang telah diberikan oleh Tuhan. Dalam sebuah puisiku kubuat dalam lamunanku
saat malam tiba sambil menatap bintang.
Tuhan..
Apakah ini jalan hidupku
Mencintai seseorang namun tak dicintai
Menyayangi seseorang namun tak dihiraukan
Mengasihi seseorang namun tak di
kasihi
Tuhan..
Sampai
kapan rasa ini kan bertahan
Ketika
ragaku tak lagi ada
Ketika
jiwaku tlah jauh melayang
Ketika
kehidupan ini berakhir
Tuhan..
Aku bukanlah manusia sempurna
Aku tak pantas untuknya
Aku hanya sebuah bom atom yang dapat
meledaknya
Aku hanya sebuah granat yang dapat
menghancurkanya
Tuhan
Hapuslah
rasa ini, jika memang ini yang akan menyiksaku
Biarlah
ini hanya sebuah cinta yang tak akan pernah terucap
Kenangan selama berbulan bulan
bersamanya, memberikan bekas yang tak akan pernah hilang dalam ingatanku. Rizal
memang sosok yang sempurna bagiku. Dia laki-laki yang pintar, baik dan tidak
merendahkan orang lain. Namun aku tak yakin jika ia mampu untuk mencintaiku. Hingga
pada suatu hari aku bertemu dengannya dan kami jalan-jalan pagi berdua. Aku
memandanginya, dengan penuh harapan dan ia hanya bercerita-cerita akan dirinya.
Kami pun terus berjalan menyusuri jalanan pagi itu yang dilengkapi dengan
tatanan desa yang sangat sejuk dan menyenangkan. Hingga waktunya tiba, aku
bercerita dengannya, bahwa aku menyukai seseorang. Namun ia tidak begitu peduli
dengan apa yang ku katakan. Hari-hari terus berlalu, hingga saatnya kami harus
meninggalkan desa itu. Untuk kembali ke Semarang. Karena memang kami berasal
dari Semarang.
Sesampainya di Semarang, aku dan
Rizal semakin menjadi sahabat yang dekat, namun rasa ini semakin besar. Setelah
kami lulus SMP, Rizal memilih untuk tetap melanjutkan sekolah ke Aliyah dengan
sekolah yang sama. Namun lain halnya dengan diriku yang memilih untuk pindah
sekolah karena aku telah merasa bosan dengan keadaan disana. Kemudian aku
memutuskan untuk pindah sekolah dan memilih mencari sekolah negeri karena
semenjak aku di Pare, aku tidak dapat mengirimkan botol ini ke lautan. Saatnya
tiba, aku harus merelakan kepergianku dari sekolah yang telah banyak memberikan
kenangan. Hingga aku memilih masuk sekolah negeri yang ada di Semarang. SMA
Harapan Bangsa adalah pilihanku.
Hari-hari kulalui di SMA yang baru,
salah satunya aku memiliki teman dekat yang bernama Dinda, dan masih banyak
teman-teman baruku di SMA ini. Namun rasaku pada Rizal tidak akan pernah pudar,
teman-teman kelasku sudah mengetahui akan perasaanku kepada Rizal. Dinda
memberi solusi agar aku, mengungkapkan rasa kepada Rizal, namun aku selalu
menolak karena aku tak ingin menjadi wanita pertama yang mengungkapkan rasa
kepada seorang lelaki. Namun teman-teman kelasku memaksaku, dan mengancamku
jika aku tidak melakukannya maka mereka yang akan memberi tau Rizal akan apa
yang kurasakan selama ini. Aku tidak ingin jika Rizal mengetahui hal ini dari
orang lain.
Malam itu, kukumpukan sebuah
keberanian yang luar biasa. Keberanian itu yang akan ku keluarkan untuk jujur
kepada Rizal akan perasaanku yang sesungguhnya. Aku tak mengerti harus
mengungkapkan dari mana, ketika ku tau hal ini sangat sulit. Namun perasaan ini
tak selamanya aku pendam, aku berfikir bahwa aku harus segera mengungkapkanya.
Aku sengaja mengungkapkan perasaan ini, dalam artian aku tidak menembaknya akan
tetapi aku merasakan hati yang kosong dan tanpa beban. Malam itu tepat tanggal
23 Oktober tahun 2011 aku mengirim pesan kepadanya.
To
: Rizal ( My Secret Admirer )
Rizal,
maafkan aku bukan maksudku untuk menghianati persahabatn kita,
Namun rasa ini tak mampu ku pendam
hingga bertahun-tahun lamanya.
Sejak pertama kali aku melihatmu
perasaan ini telah berbeda.
Aku menyukaimu melebihi sebatas
persahabatan,
Namun aku tak berharap kau akan
membalasnya.
Aku hanya sengaja mengungkapkan ini agar
hatiku menjadi tenang.
Maafkan aku, jika hal ini membuatmu marah
atau benci padaku.
Jika
kamu gak bales sms ini, berarti ini adalah smsku yang terakhir kalinya.
Dalam
diam dan bisu aku menunggu balasan sms darinya, namun tak kunjung ada sms yang
masuk. Perasaanku mulai gelisah dan resah, “mungkinkinkah ia tidak membalas?,
itu artinya ini adalah sms terakhir untuknya” gerutuku dalam hati. Aku tak
sanggup jika tidak mengetahui akan kabarnya. Namun beberapa menit kemudian sms
itu datang, Rizal mengatakan.
From : Rizal ( My Secret Admirer)
You’re
my friendship forever and after
Betapa terkejutnya
hati ini, ketika melihat balasan sms darinya yang sesingkat itu. Seketika itu
juga tetesan air mata menjatuhi buku yang sedang kubaca, berharap sms itu akan
memberikan jawaban yang terbaik, namun hanya itu yang ia jawab. Sungguh ini
membuat hatiku pilu dan merasakan sakitnya luar biasa. Aku sadar bahwa ia hanya
menganggapku sebatas sahabat. Hal ini membuatku semakin terpuruk ketika sms itu
mengatakan bahwa aku hanya sebagai sahabatnya sampai kapan pun. Menyakitkan,
memilukan. Segera kutulis puisi dalam buku diary ku .
Patah Hati
Bintang memancarkan
sinarnya dalam kegelapan
Membawaku termenung
dalam sebuah kenangan
Kenangan dilapisi sebuah
air mata
Sendiri dalam renungan
hati
Kali ini terasa terpuruk
Mencari kebahagiaan namun tak
kunjung ada
Membuatku semakin depresi
Hingga akhirnya ku pun terjebak
Patah Hati...
Membawaku kedalam sakit
hati
Menjatuhkan berjuta
kesedihan
Tak ingin merasakanya
Namun inilah takdir
hidupku
Patah Hati ...
Sakit Hati, lain kali hati-hati
sama hati
Kejadian
ini memutuskan ku untuk harus melupakanya, aku harus melupakan semua kenangan
tentangnya. Aku mulai beresolusi, resolusiku saat itu aku harus mampu untuk
melupaknya dan berjanji tak akan menemuinya lagi. Hingga pada saat dimana hati
ini telah sembuh dalam kesedihan yang teramat dalam.
Hari-hari telah kulalui dengan semangat
baru, namun entah mengapa bayangan dirinya selalu ada dalam benakku. Hingga ku
selalu menulis puisi dan surat yang akan ku kirim untuk lautan, agar lautan tau
betapa aku mencintainya dengan tulus hati. Tiba-tiba saja ketika di sekolah.
“
Woyy.. apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Dinda sahabatku
“Gak..ada
Dind aku tak memikirkan apa-apa” jawabku dengan mata sedikit sayu.
“Sudahlah
Liza, kamu tak usah membohongi perasaanmu, sebenarnya ada apa?” tanyanya
penasaran.
“Rizal
hanya menganggapku sebagai sahabatnya sampai kapan pun” sahutku dengan wajah
kesedihan.
“Oh..oke
kalau begitu kamu harus melupakanya, jangan ingat-ingat dia lagi” Dinda
meyakiniku.
“Memang
itu yang sedang kulakukan”
Aku pun segera beranjak pergi dan
menuju ke kantin, namun di perjalanan aku bertemu dengan seseorang yang tak
asing lagi wajah dan penampilannya. Sungguh tak bisa kubayangkan, ternyata
lelaki yang duduk di kantin itu adalah Rizal Pahlevi. Cowok yang selama ini
membuat hatiku merasa terpuruk karena memendam rasa kepadanya. Dan yang tak
kusangka ternyata ia pindah ke sekolah yang sama denganku, hal ini membuatku semakin
depresi ketika melihatnya duduk berdua dengan seorang ratu sekolah. Segera
kutulis sebuah puisi yang akan kukirimkan ke danau belakang sekolah.
Secret Admirer
Kudiam tanpa
kata
Melihat dirimu dari kejauhan
Ragaku selalu ada untukmu
Walaupun ku tau kau tak akan pernah bersamaku
Melihat dirimu dari kejauhan
Ragaku selalu ada untukmu
Walaupun ku tau kau tak akan pernah bersamaku
Keinginanku
hanya khayalan belaka
Yang tak pernah ku tau kapan rasa ini kan usai
Wajahmu
selalu ada dalam benakku
Seolah memberikan cerita baru dalam hidup ini
Kenangan
indah bersamamu takkan kulupakan
Walapun ku
tau kau telah melupakannya
Senyumanmu
memberikan ketenangan dalam jiwa
Tawamu
membuat hati ini gembira
Cerita ini kan kuukir dalam sebuah batu sanubari
Ku tau kau akan bahagia
bersamanya
Biarlah hanya diriku yang merasakan pahitnya ini
Kebahagianmu adalah kebahagiaanku
pula
Tetaplah ada
dalam hatiku
Sampai raga
ini tak lagi utuh
Dan menjadi my Secret Admirer...
Segera kulangkahkan kaki ini menuju
danau yang terletak di belakang sekolah, kemudian kuhempaskan botol yang telah
berisi puisi ini. Aku berharap danau mengetahui akan hancurnya diriku saat ini.
Segera ku kembali ke kelas dan kucari Dinda.
“Dinda...kamu tau gak?” tanyaku ngos-ngosan
“Tau apa?, kamu kenapa nyari aku aja sampai
ngos-ngosan segala!” sahut Dinda
“Tau.. Rizal pindah ke sekolah ini, barusan aku lihat
dia duduk sama ratu sekolah” jawabku dengan lantang.
“Serius kamu? Gak becanda kan?” dengan tampang tak
percaya
“Iya..serius Dind masak aku mau bohong sama kamu”
“Wah...ini situasi yang rumit, disaat kamu mau lupain
dia,eh dia malah muncul apa-apa sih dia mau cari gara-gara apa?” Tampang Dinda
sinis
“Udahlah Dind gak papa kok, nyatai aja aku bisa lupain
dia” sahutku
“Gak mungkin Liza, kamu itu susah banget buat lupain
dia”
“Bisa kok, percaya deh, aku mau ke perpus dulu ya”
jawabku
Segera ku
bergegas menuju perpustakaan yang letaknya tak jauh dari kelasku, sambil
membawa sebuah buku catatan dan sebuah pensil. Sesampainya di perpustakaan
kucari sebuah buku mengenai pelajaran yang akan dibahas besok. Tiba-tiba saja.
“Hai..Liza
kamu ngapain disini?” tanya seseorang yang tak lain adalah Rizal Pahlevi.
“Hhhh..cari
buku, kok kamu ada disini?” tanyaku dengan gugup
“Iya..aku
udah bosen di sekolah dulu, makanya pindah kesini, kamu kaget ya?” sambil
senyum dengan lekukan pipi
“Iii..ya”
jawabku gagap
“Kok..jawaban
kamu kayak orang ketakutan aja”
“enggak kok,
aku mau kesana dulu permisi”
“Oiya..hati-hati
ya” sahut Rizal
Namun
sebelum kumencari buku yang ingin kucari. Aku menulis sebuah coretan dalam
catatan yang kubawa.
Hai selamat bertemu lagi. Aku sudah
lama menghindarimu.
Sialkulah kau ada disini sungguh tak
mudah bagiku.
Rasanya tak ingin bernafas lagi.
Tegak berdiri didepanmu kini.
Sakitnya menusuki jantung ini.
Melawan cinta yang ada di hati.
Dan upayaku tahu diri.
Tak selamanya berhasil pabila kau
muncul terus begini.
Tanpa
pernah kita bisa bersama. Pergilah menghilang sajalah lagi.
Dengan segenap perasaan tulus yang
ada dalam hatiku ku ungkapkan dalam sebuah tulisan, hingga ku tak tau kapan
rasa ini kan berakhir untuk mencintainya. Semua cara telah ku lakukan namun
mengapa ia muncul lagi dalam kehidupanku, aku tak ingin, aku tak mampu jika
harus melihatnya lagi. Memendam rasa yang sangat pilu membuat hati ini sakit
mersakan cinta yang tak terbalas.
Kuambil
buku yang ingin kubaca, dengan maksud dapat melupakan kenangan-kenangan yang
telah lalu. Tiba-tiba saja Rizal datang.
“Liza..khusuk
sekali baca bukunya..”
“Eh..Rizal,
kok kamu ada disini lagi sih!” sahutku cetus
“Emangnya
kenapa?” tanyanya
“Gak
ada sih, soalnya tadi kan kamu ada di depan kok tiba-tiba ada disini?”
“Iya..aku
mau cari kamu” jawabnya
“Untuk
apa cari aku?” tanyaku penasaran
“Aku
mau kasih tau kamu, kalau aku sekolah disini untuk beberapa hari saja, soalnya
orang tuaku pindah tugas di USA”
“Jadi,
maksud kamu, kamu mau pindah juga kesana?” tambahku penasaran
“Iya,
pastinya. Gak papa kan?” tanyanya
“Kok,
kamu tanya ke aku gak papa sih?, kan aku bukan siapa-siapa kamu!” jawabku
ketus, tersa pilu hati ini mendengar ucapanya.
“Kan
kamu sahabatku Liza” jawabnya
“Oh..gitu
iya gak papa, hati-hati ya disana semoga sukses” tanganya yang tadi menulis
seketika itu terhenti.
“Makasih
ya, kamu juga hati-hati disini. Semoga apa yang kamu inginkan tercapai”
“Iya..Amin”
Suasana
perpustakaan saat itu seolah memberikan saksi, dengan kata terakhir dari Rizal,
memberikan kesedihan yang terdalam bagiku. Sebenarnya aku menginginkannya.
Namun rasa ini tak mungkin dapat terwujud. Hari itu seolah langit-langit
perpustakaan menjadi saksi akan percakapan saat itu. Sungguh bermakna dalam
namun menyakitkan. Dengan Rizal pindah ke USA maka aku tak mampu lagi melihat
wajahnya, meskipun awalnya itu yang kuinginkan.
Beberapa
hari kemudian, waktu itu tiba ketika
Rizal ingin meninggalkan Indonesia dan pindah ke USA. Rizal pamitan kepadaku
dan itu sungguh menyedihkan. Ia datang ke kelasku kemudian memanggilku. Aku pun
segera keluar kelas.
“Liza,
aku berangkat dulu ya, aku mau pamitan sama kamu”
“Iya..zal
kamu hati-hati disana ya, sepertinya aku akan merindukanmu” sahutku
“Iya..Liza
kamu juga hati-hati disini ya, percayalah suatu hari nanti kamu akan
mendapatkan lelaki impianmu” jawab Rizal
“hmm..mungkin
saja” sambil menundukan kepala.
“Sebelum
aku pergi ini ada sesuatu buat kamu, tapi nanti dibaca kalau aku sudah sampai
USA” sambil menyerahkan kotak warna pink
“Wah..apaan
nihh?” tanyaku penasaran
“Nanti saja
dibuka, aku pergi dulu ya” kata terakhir Rizal, sambil melambaikan tangan.
Segera
kumasuki kelas, dan kutorehkan penaku dalam sebuah buku catatanku.
Bye, selamat berpisah lagi. Meski masih ingin
memandangimu.
Lebih baik kau tiada disini, sulit bagiku menghentikan
segala khayalan gila
jika kau ada dan ku cuma bisa meradang menjadi yang
disisimu membenci nasibku yang tak berubah.
Kutulis pada sebuah buku catatan,
tiba-tiba saja kuingat akan kotak pink yang diberika oleh Rizal kepadaku. Segera kubuka, betapa
terkejutnya diriku. Ketika melihat isi kotak itu, disana isi fotoku dan rizal
sewaktu di Pare dan disana ada sebuah gelang yang bertuliskan “Friendship
Forever”. Muncul perasaan haru ketika melihat apa yang diberikan Rizal
kepadaku. Kemudian kulirik sepucuk surat yang berada di sebelah kanan kotak.
Kubaca surat itu.
Dear to my Eliza Rahma
Dalam
gemerlap cahaya bintang kutulis surat ini untukmu. Wajahmu terkadang memberikan
kerinduan yang terdalam. Kebaikanmu memancarkan sinar hatimu yang sesungguhnya.
Bola matamu menunjukan sebuah kejujuran. Senyummu memberikan kedamaian dalam
jiwa dan sanubariku.
Eliza...
Mungkin kamu tak akan pernah tau, mengapa aku selalu
menganggapmu sebagai seorang sahabat. Aku hanyalah lelaki yang tak ingin
meilhat kesedihan pada suatu hari kelak yang akan terjadi padamu.
Eliza..
Sebenarnya aku sayang padamu, aku juga cinta padamu.
Namun kita tak akan pernah bisa bersatu. Bukankah terkadang cinta tak harus
memiliki?
Bukankah kasih sayang tak perlu dibuktikkan?
Kamu adalah wanita terindah yang pernah kutemui
Kamu tak mengetahui alasan mengapa aku, tidak
menembakmu
Eliza...
Sebenarnya aku pindah ke USA bukan karena orang tuaku
yang pindah kerja
Itu karena aku menderita Leukimia dan aku harus
mencari donor sumsung tulang belakang, dan pendonornya tinggal di luar negeri.
Maafkan aku Eliza telah membuat kecewa, walaupun
begitu
Percayalah kau akan ku kenang di hatiku selamanya
hingga jiwa raga ini tak lagi utuh, tataplah cahaya hatimu maka kau akan
menemukanku di dalam sana.
Salam
Rizal Pahlevi
Seketika itu
juga tetesan demi tetesan air mata tak dapat kubendung lagi, begitu mulianya
hati Rizal. Sungguh aku tak akan pernah menyangka dia akan mengatakan hal yang
seperti ini. Biarlah surat dan botol akan menjadi saksi bisu dalam sebuah
perjalanan cinta. Walaupun cinta itu tak terbalaskan, namun dengan ketulusan
maka cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kulalui hari-hariku dengan
semangat baru, karena aku yakin Rizal masih tersimpan dalam lubuk hati yang
terdalam.
No comments:
Post a Comment