Sunday, February 3, 2013

Goresan Hati Yang Menjadi Kebahagiaan


“Teman yang terhasut arus waktu

Mekar mendewasa, masih kusimpan suara tawa kita

Kembalilah sahabat lawasku semarakan keheningan lubuk

Hingga masih bisa kurangkul kalian

Sosok yang mengalir ricauan hidupku

Bilakah kita menangis bersama, tegar melawan tempaan semangatmu itu”

Potongan lagu Lembayung Bali yang dinyanyikan oleh Saras Dewi, penyanyi asal Indonesia. Mengingatkanku tentang sebuah persahabatan, dimana seorang sahabat selalu ada dalam setiap suka maupun duka. Seperti kejadian dua tahun silam, yang membuat diriku diselubungi oleh berbagai macam persoalan yang menurutku persoalan yang sangat sulit untuk dipecahkan, hal ini yang membuatku ingin menceritakan pengalaman pahit yang pernah kualami dalam hidupku. Keinginanku sangatlah besar untuk dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di Universitas AL-Azhar tepatnya di Kairo, akhirnya ibuku pun menyuruhku untuk bersekolah di sebuah Pondok Pesantren yang terletak di dekat tempat tinggalku yaitu di Pondok Pesantren Kediri Lombok Barat. Ketika aku telah menjadi seorang santriwati dan mendapatkan teman-teman yang begitu banyak dari berbagai macam daerah serta pengalaman yang begitu berarti dan tak akan pernah kulupakan. Hingga aku memiliki sahabat yang begitu baik, mereka ada disaat suka maupun duka, hari demi hari kulewati dengan perasaan bahagia, bahagia karena mendapatkan seorang sahabat yang selalu ada dikala susah maupun senang. Kebetulan Pondok Pesantrenku terbilang Pondok Pesantren yang dapat mencetak prestasi-prestasi yang gemilang baik dari santriwan maupun santriwati oleh karena itu aku sangat bersemangat bersekolah di Pondok Pesantren tersebut, dan hal tersebut yang membuatku bertahan di Pondok Pesantren.

Setiap hari aku dan sahabat-sahabatku menjalani kehidupan Pesantren yang sangat disiplin, dan sangat memberikan pembelajaran yang melatih keterampilan serta kecerdasan dan ketahan fisik untuk terus semangat dalam belajar. Aku dan teman-temanku menjalani kehidupan dengan sangat bahagia walaupun terkadang kami memiliki pendapat yang berbeda-beda, tetapi hal itu tidak membuat kami terpisah. Teringat dalam benakku ketika kami tertawa bersama, bercanda hingga kami menangis bersama, dan berjuang bersama sama untuk menghadapi Ujian Nasional 2009 pada saat itu aku masih Tsanawiyah atau setingkat dengan SMP. Ketika Ujian Nasional akan berlangsung kami belajar dengan sangat bersemangat berharap lulus dengan nilai yang memuaskan. Kami belajar hingga larut malam, seperti biasanya musholla adalah tempat andalan kami para santriwati untuk belajar  bersama, sampai pada akhirnya kami telah selesai menghadapi Ujian Nasional dan akhirnya lulus dan akan melanjutkan ke tingkat Aliyah atau SMA. Tetapi didalam Pondok Pesantrenku semua santriwan maupun santriwati harus dapat menyelesaikan sekolah hingga 6 tahun dimulai dari Tsanawiyah hingga selesai Aliyah, teringat tentang keinginanku untuk melanjutkan sekolah di Kairo. Hal tersebut yang membuat tetap semangat, untuk bertahan bersekolah di Pondok Pesantren tersebut.

Ketika aku telah lulus dan menjadi santriwati Aliyah atau setingkat SMA, disanalah cobaan demi cobaan menimpa diriku, yang terkadang membuat diriku tak sanggup untuk melewati itu semua. Keinginanku untuk mengikuti berbagai macam mata lomba yang diadakan diluar sekolah, terhalang oleh adanya peraturan yang telah ditentukan di sekolah itu, aku menyadari bahwa aku bukanlah orang yang pantas untuk mengikuti lomba tersebut, karena di Pesantrenku itu masih banyak orang-orang yang lebih baik dibanding diriku. Rasa kecewa, sedih sering aku alami, ketika suatu hari guruku hanya memilih orang-orang yang menurutnya pantas untuk mengikuti lomba tersebut. Ketika itu guruku berkata “ Yang mendapat juara 1,2,3 ikut olimpiade MIPA” kemudian teman-temanku yang sudah terpilih mereka sangat bahagia. Terbesit dalam benakku, kapan aku bisa seperti mereka terpilih untuk mengikuti lomba, sedangkan jika aku mengusulkan ingin mengikuti lomba diluar sekolah, itu akan melanggar peraturan yang telah ditetapkan Pesantren.

Sore hari, langit yang cerah dilengkapi matahari yang akan tenggelam aku duduk dibawah pohon jambu di lantai dua, dengan kursi yang begitu rapuh termakan usia. Membayangkan  diriku kelak dapat seperti teman-temanku yang mendapat juara. Terkadang aku merasa sangat putus asa, dan merasa tak pantas untuk dapat mengikuti lomba-lomba seperti itu. Tapi teringat akan wajah ibuku yang selalu datang mengunjungiku ke Pesantren dan membawakan makanan-makanan kesukaanku. Wajah ibuku yang membuat diriku bersemangat untuk dapat mencapai impianku. Suatu ketika, guruku mengadakan tes untuk mengikuti lomba English Debate Competation yang diadakan Universitas IKIP yang ada di Mataram. Dan aku sangat bahagia saat itu karena namaku disebut untuk mengikuti seleksi, yang mengikuti seleksi pada saat itu berjumlah 15 orang dari seluruh kelas yang ada di Pesantrenku, tetapi yang terpilih hanya 6 orang dan terbagi kedalam 2 tim untuk dikirim mengikuti lomba tersebut. Aku pun telah selesai mengikuti seleksi tersebut dan tinggal menunggu pengumuman.

Saat menunggu pengumuman yang berlangsung selama seminggu, aku dihadapkan oleh masalah baru yang membuat diriku menjadi drop dan rasanya ingin kehidupanku terhenti saat itu juga. Masalah muncul kembali dan ini masalah yang menurutku sangat membuat mental menjadi lemah, yaitu aku dimusuhi oleh semua teman-temanku dan sahabatku pun tak berani menegurku mereka takut jika mereka menegurku itu akan membuat diri mereka yang menegurku dimarahi oleh temanku yang lain. Hal tersebut mereka lakukan karena mereka merasa benci terhadapku. Ini terjadi karena Flashdisk yang aku miliki tertangkap oleh Munazomah ( kakak tingkat yang bertugas mengatur pondok ), sedangkan didalam Flashdisk tersebut tersimpan berbagai macam foto-foto saat kami melakukan  kursus di Pare, Jawa Timur. Foto tersebut itu adalah foto kami bersama dengan teman-teman santriwan yang mengikuti kursus tersebut, tetapi didalam peraturan Pesantren kami tidak boleh saling berhubungan dengan santriwan baik itu berdekat dekatan atau foto bersama. Hal tersebut yang diketahui oleh Munazomah, dan foto tersebut diserahkan kepada ustazah yang membuat ustazah merasa kecewa. Akhirnya teman-temanku menjadi marah dengan diriku karena akulah pemilik Flashdisk tersebut. Ketika aku masuk kamar tak seorang pun dari teman-temanku yang menegurku bahkan jika mereka melihat aku mereka langsung memalingkan wajah, dan tak berucap satu kata pun. Aku semakin merasa terpuruk dan tak tau harus berbuat apa, aku telah meminta maaf kepada sahabat maupun teman-temanku tetapi mereka tak memaafkan. Aku sadar bahwa aku salah telah membawa Flashdisk tersebut, tetapi tidak ada terbesit dalam benakku bahwa Flashdisk itu akan diambil.

Perasaanku saat itu juga hancur berkeping keping, aku tak tau apa yang harus aku lakukan agar mereka memaafkan diriku, rasanya saat itu juga ingin segera pergi dari dunia ini. Suatu hari aku melewati lorong kecil yang berada disebelah kamarku dengan membawa buku biologi berharap ingin belajar dan dapat meningkatkan prestasiku di semester I saat aku telah Aliyah, ketika aku melewati lorong tersebut seketika itu juga perasaanku gugup dan takut karena didepanku ada temanku yang lewat, kukira ia akan menegurku tapi ternyata itu hanya harapan saja, bagaimana ia akan menegurku sedangkan menoleh ke arahku saja ia tidak ingin, sepertinya ia telah membenciku. Saat itu juga aku tertunduk sedih dan hal ini yang baru aku rasakan, bertahun tahun aku tinggal di Pesantren rasanya tak pernah sesakit ini. Aku berjalan melewati kelas, tepat di pojok itu adalah kelasku, ku langkahi kakiku hingga aku duduk dibangkku tempat aku merajut ilmu setiap hari. Disana aku merasa sakit yang begitu dalam, tiba-tiba air mataku mengalir, tak dapat kubendung rasa sakit ini, mereka telah memberikan goresan luka yang amat dalam. Bagiku ini adalah sebuah pengalaman pahit yang pernah kualami, aku masih tak percaya bahwa segitukah teman-temanku membenciku, aku tak sanggup menghadapi ini, teringat keinginanku untuk bersekolah di Kairo. Keinginanku tiba-tiba hilang begitu saja, aku ingin pindah dari Pesantren ini, aku tak sanggup dan aku sudah tak kuat lagi untuk berhadapan dengan teman-temanku yang memusuhiku. Karena tanpa adanya teman dan sahabat kehidupan menjadi hampa.

Akhirnya aku memberitahu kedua orang tuaku bahwa  aku ingin pindah dan tak ingin melanjutkan sekolah di Pesantren karena keadaan yang membuatku seperti ini, ibuku awalnya tidak menyetujui dan kami memiliki perjanjian yakni apabila aku lolos dalam seleksi English Debate Competation aku akan bertahan walaupun aku dimusuhi oleh teman-temanku, tetapi jika aku tidak lolos maka aku akan pindah dari Pesantren ini, kemudian ibuku menyetujui perjanjian ini. Sampai pada akhirnya pengumuman telah disampaikan oleh guruku, dan guruku berkata bahwa aku lolos dalam seleksi ini, seketika itu juga sedih yang aku rasakan hilang begitu saja dan aku merasakan bahagia karena terpilih untuk mengikuti lomba tersebut. Tetapi keesokan harinya guruku berkata kepadaku bahwa aku harus mengikuti tes kembali dengan temanku, seketika itu juga perasaan yang tadinya senang karena telah terpilih menjadi rapuh kembali karena guruku menyuruhku untuk mengulangi tesnya. Hal tersebut yang membuat perasaanku menjadi rapuh dan rasanya seperti dipermainkan. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak mengikuti seleksi kembali dan aku memutuskan untuk pindah dari pesantren tersebut, entahlah apa yang akan dikatakan teman-temanku ketika aku mengambil seluruh barang-barangku dan meutuskan untuk pindah. Mereka terlihat biasa saja mungkin karena mereka telah membenciku akibat masalah tersebut.

Keesokan harinya aku memutuskan untuk pindah ke MAN 2 UNGGULAN MATARAM. Dan aku bertekad bahwa disekolah yang baru aku akan berusaha lebih gigih lagi, untuk mencapai cita-citaku. Aku mengurungkan keinginanku untuk melanjutkan sekolah ke Kairo, dan aku telah memiliki keinginan yang baru untuk dapat melanjutkan sekolah ke Universitas Indonesia jurusan Hubungan Internasional, dan sampai saat ini aku masih berjuang untuk mewujudkannya. Mengingat kejadian sewaktu di Pesantren dulu, membuat diriku banyak belajar dari pengalaman, suatu ketika teman-temanku dan sahabat-sahabatku meminta maaf kepadaku karena mereka aku telah keluar dari Pesantren dan aku tidak menyalahkan mereka, aku masih mengingat akan jasa-jasa sahabatku selama aku di Pesantren, rasanya aku ingin kembali seperti dulu tertawa bersama, berjuang bersama dan susah  dan senang bersama. Andai saja kejadian itu tidak menimpa diriku mungkin sampai saat ini aku masih berada di Pesantren. Tetapi aku dapat mengambil banyak hikmah dari pengalaman yang pernah kualami bahwa Allah S.W.T maha adil, ketika aku telah pindah dari Pesantren Allah S.W.T memberikan begitu banyak karunia yang tak ternilai harganya.

Aku sering sekali meihat teman-teman baruku yang ada di sekolahku MAN 2 UNGGULAN MATARAM, mereka sering sekali mendapatkan prestasi-prestasi yang gemilang, suatu hari tepat pada upacara bendera hari senin mereka yang memenangkan lomba dan mendapat piala dipanggil satu persatu untuk maju kedepan untuk menerima piala. Seketika itu juga teringat akan masa-masa di Pesantren seperti itu juga yang aku rasakan. Kali ini dalam benakku aku tak boleh menyerah aku harus bisa aku tidak boleh mengecewaan kedua orang tuaku terutama ibuku, aku harus bisa seperti mereka. Energi positif dalam diriku tiba-tiba saja datang dengan sendirinya, rasanya semangatku begitu kuat, akupun langsung memiliki inisiatif untuk mencari info lomba lewat internet, karena tidak mungkin aku menunggu untuk dipilih dan kali ini tidak ada peraturan untuk tidak boleh mengikuti lomba diluar sekolah, karena aku sudah manjadi siswi bukan lagi santriwati. Akhirnya sepulang sekolah aku mencari info lomba lewat internet  akhirnya aku menemukan. Lomba menulis essay yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Malang dengan tema Menjadi Guru Profesional. Dan 50 tulisan terbaik akan dibukukan hal tersebut yang membuat aku semangat untuk menulis, hingga pada saatnya pengumuman tak disangka namaku berada dalam urutan ke 16 begitu bahagiannya diriku, walau menjadi urutan yang ke 16 tetapi aku sangat bersyukur karena aku mendapat undangan untuk menghadiri acara yang diadakan Universitas Muhammadiyah Malang. Pada bulan mei guruku mempercayaiku untuk mengikuti lomba tingkat SMA/MA yang diadakan oleh Yayasan Jantung Sehat Provinsi Nusa Tenggara Barat, mereka mengadakan lomba tersebut karena pada hari itu memperingati hari tanpa tembakau sedunia.  Akhirnya aku mengikuti lomba tersebut dan tak disangka namaku dipanggil sebagai juara 2 betapa bahagianya diriku pada saat itu, aku menarik nafas lega karena keinginanku untuk memberikan kebahagian kepada ibuku telah tercapai. Aku merasakan bahwa dengan semangat yang kita miliki serta tekad yang kuat itu yang akan membuat keinginan kita untuk mencapai sesuatu dapat terjadi. Pengalaman pahit yang pernah kualami akan menjadi pelajaran yang sangat berarti dalam hidupku, saat ini aku memiliki banyak sahabat dan teman-teman di MAN 2 UNGGULAN MATARAM, aku percaya dan yakin bahwa setiap kejadian tersimpan hikmah yang baik didalamnya.
Aku merasakan kebahagiaan yang tak ternilai harganya ketika dapat melihat ibuku tersenyum dan meneteskan air mata, aku sangat menyangi ibuku. Sampai saat ini aku akan terus berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik kepada kedua orang tuaku dan orang-orang disekitarku terlebih lagi kepada sekolahku MAN 2 UNGGULAN MATARAM, yang telah memberikan yang terbaik untuk siswa-siswinya. Dalam setiap goresan luka, percayalah dan yakinlah bahwa akan datang sebuah kebahagian yang akan menghapus goresan tersebut. Tetap semangat dan percaya bahwa dengan keinginan yang kuat maka cita-cita akan tercapai

No comments:

Post a Comment