“Teman yang terhasut arus waktu
Mekar mendewasa, masih kusimpan suara tawa kita
Kembalilah sahabat lawasku semarakan keheningan lubuk
Hingga masih bisa kurangkul kalian
Sosok yang mengalir ricauan hidupku
Bilakah kita menangis bersama, tegar melawan tempaan
semangatmu itu”
Potongan lagu Lembayung Bali yang dinyanyikan oleh
Saras Dewi, penyanyi asal Indonesia.
Mengingatkanku tentang sebuah persahabatan, dimana seorang sahabat selalu ada
dalam setiap suka maupun duka. Seperti kejadian dua tahun silam, yang membuat
diriku diselubungi oleh berbagai macam persoalan yang menurutku persoalan yang
sangat sulit untuk dipecahkan, hal ini yang membuatku ingin menceritakan
pengalaman pahit yang pernah kualami dalam hidupku. Keinginanku sangatlah besar
untuk dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di Universitas AL-Azhar
tepatnya di Kairo, akhirnya ibuku pun menyuruhku untuk bersekolah di sebuah
Pondok Pesantren yang terletak di dekat tempat tinggalku yaitu di Pondok
Pesantren Kediri Lombok Barat. Ketika aku telah menjadi seorang santriwati dan
mendapatkan teman-teman yang begitu banyak dari berbagai macam daerah serta
pengalaman yang begitu berarti dan tak akan pernah kulupakan. Hingga aku
memiliki sahabat yang begitu baik, mereka ada disaat suka maupun duka, hari
demi hari kulewati dengan perasaan bahagia, bahagia karena mendapatkan seorang
sahabat yang selalu ada dikala susah maupun senang. Kebetulan Pondok
Pesantrenku terbilang Pondok Pesantren yang dapat mencetak prestasi-prestasi
yang gemilang baik dari santriwan maupun santriwati oleh karena itu aku sangat
bersemangat bersekolah di Pondok Pesantren tersebut, dan hal tersebut yang
membuatku bertahan di Pondok Pesantren.
Setiap hari aku dan sahabat-sahabatku menjalani kehidupan
Pesantren yang sangat disiplin, dan sangat memberikan pembelajaran yang melatih
keterampilan serta kecerdasan dan ketahan fisik untuk terus semangat dalam
belajar. Aku dan teman-temanku menjalani kehidupan dengan sangat bahagia
walaupun terkadang kami memiliki pendapat yang berbeda-beda, tetapi hal itu
tidak membuat kami terpisah. Teringat dalam benakku ketika kami tertawa
bersama, bercanda hingga kami menangis bersama, dan berjuang bersama sama untuk
menghadapi Ujian Nasional 2009 pada saat itu aku masih Tsanawiyah atau
setingkat dengan SMP. Ketika Ujian Nasional akan berlangsung kami belajar
dengan sangat bersemangat berharap lulus dengan nilai yang memuaskan. Kami
belajar hingga larut malam, seperti biasanya musholla adalah tempat andalan
kami para santriwati untuk belajar
bersama, sampai pada akhirnya kami telah selesai menghadapi Ujian
Nasional dan akhirnya lulus dan akan melanjutkan ke tingkat Aliyah atau SMA.
Tetapi didalam Pondok Pesantrenku semua santriwan maupun santriwati harus dapat
menyelesaikan sekolah hingga 6 tahun dimulai dari Tsanawiyah hingga selesai
Aliyah, teringat tentang keinginanku untuk melanjutkan sekolah di Kairo. Hal
tersebut yang membuat tetap semangat, untuk bertahan bersekolah di Pondok
Pesantren tersebut.
Ketika aku telah lulus dan menjadi santriwati Aliyah atau
setingkat SMA, disanalah cobaan demi cobaan menimpa diriku, yang terkadang membuat
diriku tak sanggup untuk melewati itu semua. Keinginanku untuk mengikuti
berbagai macam mata lomba yang diadakan diluar sekolah, terhalang oleh adanya
peraturan yang telah ditentukan di sekolah itu, aku menyadari bahwa aku
bukanlah orang yang pantas untuk mengikuti lomba tersebut, karena di
Pesantrenku itu masih banyak orang-orang yang lebih baik dibanding diriku. Rasa
kecewa, sedih sering aku alami, ketika suatu hari guruku hanya memilih
orang-orang yang menurutnya pantas untuk mengikuti lomba tersebut. Ketika itu
guruku berkata “ Yang mendapat juara 1,2,3 ikut olimpiade MIPA” kemudian
teman-temanku yang sudah terpilih mereka sangat bahagia. Terbesit dalam
benakku, kapan aku bisa seperti mereka terpilih untuk mengikuti lomba,
sedangkan jika aku mengusulkan ingin mengikuti lomba diluar sekolah, itu akan
melanggar peraturan yang telah ditetapkan Pesantren.
Sore hari, langit yang cerah dilengkapi matahari yang
akan tenggelam aku duduk dibawah pohon jambu di lantai dua, dengan kursi yang
begitu rapuh termakan usia. Membayangkan
diriku kelak dapat seperti teman-temanku yang mendapat juara. Terkadang
aku merasa sangat putus asa, dan merasa tak pantas untuk dapat mengikuti
lomba-lomba seperti itu. Tapi teringat akan wajah ibuku yang selalu datang
mengunjungiku ke Pesantren dan membawakan makanan-makanan kesukaanku. Wajah
ibuku yang membuat diriku bersemangat untuk dapat mencapai impianku. Suatu
ketika, guruku mengadakan tes untuk mengikuti lomba English Debate Competation
yang diadakan Universitas IKIP yang ada di Mataram. Dan aku sangat bahagia saat
itu karena namaku disebut untuk mengikuti seleksi, yang mengikuti seleksi pada
saat itu berjumlah 15 orang dari seluruh kelas yang ada di Pesantrenku, tetapi
yang terpilih hanya 6 orang dan terbagi kedalam 2 tim untuk dikirim mengikuti
lomba tersebut. Aku pun telah selesai mengikuti seleksi tersebut dan tinggal
menunggu pengumuman.
Saat menunggu pengumuman yang berlangsung selama
seminggu, aku dihadapkan oleh masalah baru yang membuat diriku menjadi drop dan
rasanya ingin kehidupanku terhenti saat itu juga. Masalah muncul kembali dan
ini masalah yang menurutku sangat membuat mental menjadi lemah, yaitu aku
dimusuhi oleh semua teman-temanku dan sahabatku pun tak berani menegurku mereka
takut jika mereka menegurku itu akan membuat diri mereka yang menegurku
dimarahi oleh temanku yang lain. Hal tersebut mereka lakukan karena mereka
merasa benci terhadapku. Ini terjadi karena Flashdisk yang aku miliki
tertangkap oleh Munazomah ( kakak tingkat yang bertugas mengatur pondok ),
sedangkan didalam Flashdisk tersebut tersimpan berbagai macam foto-foto saat
kami melakukan kursus di Pare, Jawa
Timur. Foto tersebut itu adalah foto kami bersama dengan teman-teman santriwan
yang mengikuti kursus tersebut, tetapi didalam peraturan Pesantren kami tidak
boleh saling berhubungan dengan santriwan baik itu berdekat dekatan atau foto
bersama. Hal tersebut yang diketahui oleh Munazomah, dan foto tersebut
diserahkan kepada ustazah yang membuat ustazah merasa kecewa. Akhirnya
teman-temanku menjadi marah dengan diriku karena akulah pemilik Flashdisk
tersebut. Ketika aku masuk kamar tak seorang pun dari teman-temanku yang
menegurku bahkan jika mereka melihat aku mereka langsung memalingkan wajah, dan
tak berucap satu kata pun. Aku semakin merasa terpuruk dan tak tau harus
berbuat apa, aku telah meminta maaf kepada sahabat maupun teman-temanku tetapi
mereka tak memaafkan. Aku sadar bahwa aku salah telah membawa Flashdisk
tersebut, tetapi tidak ada terbesit dalam benakku bahwa Flashdisk itu akan
diambil.
Perasaanku saat itu juga hancur berkeping keping, aku tak
tau apa yang harus aku lakukan agar mereka memaafkan diriku, rasanya saat itu
juga ingin segera pergi dari dunia ini. Suatu hari aku melewati lorong kecil
yang berada disebelah kamarku dengan membawa buku biologi berharap ingin
belajar dan dapat meningkatkan prestasiku di semester I saat aku telah Aliyah,
ketika aku melewati lorong tersebut seketika itu juga perasaanku gugup dan
takut karena didepanku ada temanku yang lewat, kukira ia akan menegurku tapi
ternyata itu hanya harapan saja, bagaimana ia akan menegurku sedangkan menoleh
ke arahku saja ia tidak ingin, sepertinya ia telah membenciku. Saat itu juga
aku tertunduk sedih dan hal ini yang baru aku rasakan, bertahun tahun aku
tinggal di Pesantren rasanya tak pernah sesakit ini. Aku berjalan melewati
kelas, tepat di pojok itu adalah kelasku, ku langkahi kakiku hingga aku duduk
dibangkku tempat aku merajut ilmu setiap hari. Disana aku merasa sakit yang
begitu dalam, tiba-tiba air mataku mengalir, tak dapat kubendung rasa sakit
ini, mereka telah memberikan goresan luka yang amat dalam. Bagiku ini adalah
sebuah pengalaman pahit yang pernah kualami, aku masih tak percaya bahwa
segitukah teman-temanku membenciku, aku tak sanggup menghadapi ini, teringat
keinginanku untuk bersekolah di Kairo. Keinginanku tiba-tiba hilang begitu
saja, aku ingin pindah dari Pesantren ini, aku tak sanggup dan aku sudah tak
kuat lagi untuk berhadapan dengan teman-temanku yang memusuhiku. Karena tanpa
adanya teman dan sahabat kehidupan menjadi hampa.
Akhirnya aku memberitahu kedua orang tuaku bahwa aku ingin pindah dan tak ingin melanjutkan
sekolah di Pesantren karena keadaan yang membuatku seperti ini, ibuku awalnya
tidak menyetujui dan kami memiliki perjanjian yakni apabila aku lolos dalam
seleksi English Debate Competation aku akan bertahan walaupun aku dimusuhi oleh
teman-temanku, tetapi jika aku tidak lolos maka aku akan pindah dari Pesantren
ini, kemudian ibuku menyetujui perjanjian ini. Sampai pada akhirnya pengumuman
telah disampaikan oleh guruku, dan guruku berkata bahwa aku lolos dalam seleksi
ini, seketika itu juga sedih yang aku rasakan hilang begitu saja dan aku
merasakan bahagia karena terpilih untuk mengikuti lomba tersebut. Tetapi
keesokan harinya guruku berkata kepadaku bahwa aku harus mengikuti tes kembali
dengan temanku, seketika itu juga perasaan yang tadinya senang karena telah
terpilih menjadi rapuh kembali karena guruku menyuruhku untuk mengulangi
tesnya. Hal tersebut yang membuat perasaanku menjadi rapuh dan rasanya seperti
dipermainkan. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak mengikuti seleksi kembali dan
aku memutuskan untuk pindah dari pesantren tersebut, entahlah apa yang akan
dikatakan teman-temanku ketika aku mengambil seluruh barang-barangku dan
meutuskan untuk pindah. Mereka terlihat biasa saja mungkin karena mereka telah
membenciku akibat masalah tersebut.
Keesokan harinya aku memutuskan untuk pindah ke MAN 2
UNGGULAN MATARAM. Dan aku bertekad bahwa disekolah yang baru aku akan berusaha
lebih gigih lagi, untuk mencapai cita-citaku. Aku mengurungkan keinginanku
untuk melanjutkan sekolah ke Kairo, dan aku telah memiliki keinginan yang baru
untuk dapat melanjutkan sekolah ke Universitas Indonesia jurusan Hubungan
Internasional, dan sampai saat ini aku masih berjuang untuk mewujudkannya.
Mengingat kejadian sewaktu di Pesantren dulu, membuat diriku banyak belajar
dari pengalaman, suatu ketika teman-temanku dan sahabat-sahabatku meminta maaf
kepadaku karena mereka aku telah keluar dari Pesantren dan aku tidak
menyalahkan mereka, aku masih mengingat akan jasa-jasa sahabatku selama aku di
Pesantren, rasanya aku ingin kembali seperti dulu tertawa bersama, berjuang
bersama dan susah dan senang bersama.
Andai saja kejadian itu tidak menimpa diriku mungkin sampai saat ini aku masih
berada di Pesantren. Tetapi aku dapat mengambil banyak hikmah dari pengalaman
yang pernah kualami bahwa Allah S.W.T maha adil, ketika aku telah pindah dari
Pesantren Allah S.W.T memberikan begitu banyak karunia yang tak ternilai
harganya.
Aku sering sekali meihat teman-teman baruku yang ada di
sekolahku MAN 2 UNGGULAN MATARAM, mereka sering sekali mendapatkan
prestasi-prestasi yang gemilang, suatu hari tepat pada upacara bendera hari
senin mereka yang memenangkan lomba dan mendapat piala dipanggil satu persatu
untuk maju kedepan untuk menerima piala. Seketika itu juga teringat akan
masa-masa di Pesantren seperti itu juga yang aku rasakan. Kali ini dalam
benakku aku tak boleh menyerah aku harus bisa aku tidak boleh mengecewaan kedua
orang tuaku terutama ibuku, aku harus bisa seperti mereka. Energi positif dalam
diriku tiba-tiba saja datang dengan sendirinya, rasanya semangatku begitu kuat,
akupun langsung memiliki inisiatif untuk mencari info lomba lewat internet,
karena tidak mungkin aku menunggu untuk dipilih dan kali ini tidak ada
peraturan untuk tidak boleh mengikuti lomba diluar sekolah, karena aku sudah
manjadi siswi bukan lagi santriwati. Akhirnya sepulang sekolah aku mencari info
lomba lewat internet akhirnya aku
menemukan. Lomba menulis essay yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah
Malang dengan tema Menjadi Guru Profesional. Dan 50 tulisan terbaik akan
dibukukan hal tersebut yang membuat aku semangat untuk menulis, hingga pada
saatnya pengumuman tak disangka namaku berada dalam urutan ke 16 begitu bahagiannya
diriku, walau menjadi urutan yang ke 16 tetapi aku sangat bersyukur karena aku
mendapat undangan untuk menghadiri acara yang diadakan Universitas Muhammadiyah
Malang. Pada bulan mei guruku mempercayaiku untuk mengikuti lomba tingkat
SMA/MA yang diadakan oleh Yayasan Jantung Sehat Provinsi Nusa Tenggara Barat,
mereka mengadakan lomba tersebut karena pada hari itu memperingati hari tanpa
tembakau sedunia. Akhirnya aku mengikuti
lomba tersebut dan tak disangka namaku dipanggil sebagai juara 2 betapa bahagianya
diriku pada saat itu, aku menarik nafas lega karena keinginanku untuk
memberikan kebahagian kepada ibuku telah tercapai. Aku merasakan bahwa dengan
semangat yang kita miliki serta tekad yang kuat itu yang akan membuat keinginan
kita untuk mencapai sesuatu dapat terjadi. Pengalaman pahit yang pernah kualami
akan menjadi pelajaran yang sangat berarti dalam hidupku, saat ini aku memiliki
banyak sahabat dan teman-teman di MAN 2 UNGGULAN MATARAM, aku percaya dan yakin
bahwa setiap kejadian tersimpan hikmah yang baik didalamnya.
Aku merasakan kebahagiaan yang tak ternilai
harganya ketika dapat melihat ibuku tersenyum dan meneteskan air mata, aku
sangat menyangi ibuku. Sampai saat ini aku akan terus berusaha untuk dapat
memberikan yang terbaik kepada kedua orang tuaku dan orang-orang disekitarku
terlebih lagi kepada sekolahku MAN 2 UNGGULAN MATARAM, yang telah memberikan
yang terbaik untuk siswa-siswinya. Dalam setiap goresan luka, percayalah dan
yakinlah bahwa akan datang sebuah kebahagian yang akan menghapus goresan
tersebut. Tetap semangat dan percaya bahwa dengan keinginan yang kuat maka
cita-cita akan tercapai
No comments:
Post a Comment